Sabtu, 26 Oktober 2013

Orange Vs Putih Abu-abu


Sinar mentari semakin panas menyengat kulit ku. Menambah pigmen kulit yang hitam semaik pekat. Angin pun tak lagi semilir. Badan pun terasa panas. Keringat pun semakin deras mengalir dari balik pakaian putih abu-abu yang terlihat kusam. Aku terus mengkipasi tubuhku yang semakin tak karuan rasanya.
Menunggu di dalam angkot orange yang entah bagaimana nasibnya. Walau menunggu angkot jalan bukan pertama kalinya. Tapi baru kali ini menunggu terlama ku. Di dalam angkot ini juga ada ibu-ibu duduk berdampingan dengan anak perempuannya yang nggak bisa diam. Tepatnya nggak betah berlama-lama di angkot ini. Aku pun terus memperhatikannya. Perlahan ibu itu membuka kaca mobil berharap angin meredakan gerahnya. Tampak kesesalan di wajah tuanya. Lalu …….
“Pak,,,!!! Cepat jalan pak ….!!!. dari tadi nggak jalan-jalan. Kasihan anak ku lah, dari tadi nangis mulu. Udah nggak betah.” Kata Ibu itu dengan suara lantang
Ya nggak marah bagaimana ?. hampir 30 menit menunggu, sudah gerah, panas ditambah anaknya yang kian rewel dan nggak bisa diem. Bukannya Pak Sopir itu bergegas menyalakan mesinnya, malah marah-marah sama Ibu-ibu itu.
“Sabar kali Bu, memangnya Ibu aja penumpangnya. Masih banyak kali penunpang yang masih jalan ke sini. Tuh Ibu bisa lihat sendiri kan ?” kata Sopir itu sambil menunjuk ke arah anak sekolahan itu.
Lalu Ibu pun hanya diam tak ingin melanjutkan debatnya. Hanya memperkeruh suasana jika dia melanjutkannya. Aku yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara.
“Sudah Bu, sabar aja. Orang seperti itu pasti kena akibatnya nanti.” Ujarku pada Ibu itu sambil ku usap keringat yang membasahi kening ku dengan telapak tangan kanan ku.
“Ya neng” ucap Ibu itu pasrah
Ku lihat dari balik-balik kaca, Pak sopir itu terus hilir mudik bagaikan setrika sambil ngobrol sama pedagang di sekitar Pos angkot ini. Lengkap dengan si garet di tangan kanannya yang terus dihisapnya sampai habis. Sempat menjengkelkan juga, mau protes sama Pak sopir entar malah nasibnya sama kaya Ibu ini. Jangan dech ……
“Ayo dek silakan masuk. Yang depan ya dek.” Kata Pak Sopir itu sambil menunjuk kea rah angkot paling depan.
Ya satu persatu penumpang mulai berdatangan, mengisi dalam angkot yang kian panas tanpa semilir angin.
“Lega ….” Ucapku dalam hati
Perlahan angkot pun terisi penuh. Kini kembali bernafas lega. Ku tatap satu per satu penumpang-penumpang itu, yang kebanyakan anak SMK. Perempuan berparas cantik itu duduk berdampingan dengan ku. Senyumnya pun tersungging menyapaku. Ku ketahui namanya Kamila dari tulisan di seragamnya. Lalu dia pu berbisik kepada ku
“Tadi ada keributan apa sih, dari kejauhan kok kayaknya banget ?” bisiknya padaku
“Ya, keributan kecil sih. Ibu ini bilang sama Pak Sopir untuk segera jalan angkotnya, karna anaknya tak sabar lagi menunggu. Apalagi anak ini mulai merengek kepanasan. Maklum lah anak kecil. Tapi bukannya Sopir ini mengiayakan, malah balik memarahi Ibu ini. Gitu ceritanya.” Kataku panjang lebar “Aku juga kesel sama sopir ini, masah tadi ngetem 30 menit, itu kan lama banget. Udah panas perut keroncongan lagi. Menyebalkan kan ?”
“Tragis. Kalau aku jadi kamu, lebih baik turun aja kali, terus cari angkot lain.” Ucap Kamila
“Pengennya sih gitu, tapi sayangnya nggak ada yang lewat angkotnya” jawabku
Pembicaraan kita pun terganggu dengan Pak Sopir yang memandangi kami dengan sangar seakan mau menerkam mangsanya dari cermin. Mengetahui itu kami pun langsung menghentikan pembicaraan, seolah tak terjadi apapun. Berharap Sopir itu tak mendengar apa yang dibicarakan aku dan Kamila. Tapi setelah ku pandangi Sopir itu, ku kira perkiraanku melenceng dari harapan. Nampaknya dia mencermati setiap kata yang terlontar dari setiap mulut kami.
“Udah Neng, kalo nggak suka sama saya bilang saja. Tidak usah ngomongin saya dari belakang.” Kata Sopir itu
“Oh, nggak pak. Siapa bilang aku ngomongin Bapak. Kayak nggak ada topik lain aja. Hehe” kataku gaje membela diri
Sopir itu pun tak menggubris pembelaan ku sedikit pun. Justru ulahnya malah menjadi-jadi, membuat aku dan penumpang lain sport jantung. Pak Sopir itu melaju di jalanan sangat ugal-ugalan. Membahayakan pengguna jalan lainnya. Di dalam angkot pun tak kalah hebohnya, kami semua saling berdesakan. Ada yang terjengkang ke kiri, kekanan dan termasuk aku yang ke segala arah. Apalagi tubuh ku yang mungil ini dengan mudahnya terpontang-panting.
“Pak kalau nyetir yang bener donk Pak !!” kata ku membentak
“Ya Pak. Kalau lagi galau, gak gini caranya. “ Kata Kamila menyambung
Geumuruh suara dari penumpang pun mulai terdengar, Pak Sopir tak menggubrisnya. Kini malah menambah kecepatan lajunya.
Aku pun teriak dengan kerasnya “Stoooooooopppp …..!!!!!!”
Pak Sopir pun ngerem mendadak aku dan penumpang lainnya pun berjatuhan dan saling berdesakan. Akhirnya aku pun turun yang masih ketakutan dan shock. Penumpang lain pun mengikuti ku dari belakang. Aku pun langsung pergi tak membayar ongkos. Pak Sopir itu sudah membuatku ketakutan. Dasar Sopir usse’. Gerutuku dalam hati. Pak sopir pun marah.
“Hey neng bayar dulu neng kalau mau pergi.”
Langkahku pun terhenti
“Aku nggak mau mbayar Pak. Bapak sudah bikin aku takut. Jelas-jelas nggak bisa nyetir, eh berani-beraninya jadi sopir. Gila …!!!” kataku
“Tidak bisa pokoknya harus bayar dulu” bentaknya
“Aku nggak mau bayar juga” sahut Kamila
“Heh…. Kamu lagi ikut-ikutan” kata Sopir
“Ya aku juga, karna bapak sudah ugal-ugalan. Dan membuat kita semua cemas” kata teman Kamila yang ku ketahui namanya
“Pokonya kalian harus bayar, enak aja mau pergi”
Aku balas tak menggubrisnya. Semakin memuncak amarahnya ketika aku bergegas meninggalkannya dan diikuti oleh penumpang lain, kecuali Ibu-ibu tadi yang masih stay di angkot bersama anak perempuannya.
“Hey kalian mau kemana ?”
Aku semakin kencang berlari diikuti lainnya. Karna Sopir itu juga turun dari angkotnya dan mengejar kami. Kami pun semakin khawatir dan ketakutan, semakin ngos-ngosan pula. Untungnya ada angkot lain dari arah belakang, masih kosong tanpa penumpang. Hanya Sopir dan keneknya. Aku pun segera menghentikannya bermaksud untuk menaikinya.
Sopir tadi yang kutinggal pun semakin kebakaran jegot. Tak peduli banyak orang yang menyaksikan.
“Bye …. Bye … see you goodbye….” Kataku dari dalam angkot dengan senyum sumringah lagi.
“Dadadada Bapak” kata Kamila menyambung sambil melambaikan tangannya ke arah Bapak itu.
“haaahhh . . .!!!!!” kata Pak Sopir marah-marah sambil memegangi kepalanya
“Lega …………” kataku dalam hati

0 komentar:

Posting Komentar

 
Febry Muhel Blogger Template by Ipietoon Blogger Template