Jumat, 14 Maret 2014

Paris, Coklat dan Cinta

Aku menginjakkan kaki di kota paris ini bukanlah tanpa alasan, ataupun hanya ingin menghambur-hamburkan uang saja. Walau semua tahu aku adalah Silma, anak orang kaya. Tapi aku bukanlah orang yang seperti itu. Aku ke Paris hendak mengunjungi acara besar. Aku ingin menghadiri Salon du Chocolat.. Aku tahu Paris terkenal dengan Fashionnya yang selalu menarik. Di eveny itu mereka membuat pakaian yang terbuat dari coklat. Ah, itu sangat menarik hati. Biasanya coklat-coklat itu dengan lahap ku makan. Tapi kini coklat bisa indah membaluti pakaian para model yang berjalan di atas catwalkTiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku perlahan. Aku menoleh. Kaget. Karena penepuk bahuku ada Rico, lelaki yang pernah singgah di hatiku. Kini pun masih, walau dia bukan milikku lagi. Mungkin dia telah menemukan pendamping barunya di kota penuh cinta ini.“Hai Sil, Apa kabar?” tanyanya“Aku baik Rik. Kamu apa kabar?” tanyaku“Ya, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. Emm… jauh-jauh dari jakarta kamu hanya ingin lihat Festival ini saja?”“Ya. Tahu sendiri kan, kalo aku penggemar coklat sejak lama.” Ucapku.Bukan Cuma itu saja Rik, aku ingin melihat wajahmu lebih lama di sini. Akankah kau kembali merajut kisah cinta padaku? Akankah?

Selasa, 04 Maret 2014

Kue Dan Persahabatan



Baru beberapa hari saja, sudah menggoreskan rasa galau di setiap hari-harinya. Sevy, siswi SMA kelas 3 ini, tengah rehat dari rutinitasnya yaitu belajar. Kini ia masih menunggu pengumumuman kelululusan yang masih beberapa minggu lagi. Penantian yang panjang. Selama waktu menunggu, ia habiskan hari-harinya di rumah. Membantu Ibu, apa saja yang ia bisa, yang penting bisa meringankan pekerjaan Ibu di dapur. Sebenarnya ia tengah merindukan teman-temannya di sekolah. Hana, Danil, Najwa, Reza. Canda tawanya, ngobrol bareng juga kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya. Beberapa waktu yang lalu mereka merencanakan sebuah acara membuat kue, tapi rencana itu hanya terucap saja tak pernah dipraktekkan.
        Sevy pun akhirnya membangkitkan dan ingin kembali merealisasikan impian yang tertunda. Lalu menyebar rencana itu ke sosmed. Mereka meresponnya dengan baik, namun Najwa yang sampai sekarang bekum memberi kejelasan sama sekali. Entah kini dia di mana. Dihubungi, tak pernah ada balasan.
***
         Keesokannya, mereka berkumpul di sekolahan. Seperti biasa di taman rerumputan itu, berkumpul anak-anak saling ngobrol satu sama lain. Ada juga yang mondar-mandir jajan karena uang sakunya masih banyak. Sevy, beserta teman lainnya ingin mengulang masa-masa seperti itu. Namun, rasanya masih sulit diwujudkan. Karena kesibukan masing-masing. Sekedar info, Sevy, Hana, Danil, Najwa dan Reza bukanlah teman sekelas. Pertemanan mereka terjalin begitu saja dengan hangat. Perkenalan mereka dimulai karena satu ekskul kepramukaan.
            Beberapa menit menunggu, Najwa tak kunjung datang ke sekolah. Mereka sudah mulai gusar.
        “Coba deh, kamu telfon Najwa sekarang.” Hana meminta tolong Sevy untuk menelpon Najwa. Kebetulan, dari mereka berempat Sevylah yang paling punya pulsa berlebih.
            Segera Sevy mengiyakan, menghubungi Najwa. Tak ada respon sama sekali. Hanya terdengar suara mbak-mbak seperti ini “Maaf, nomer yang anda hubungi sedang sibuk. Silakan hubungi beberapa saat lagi. Ya sejak tadi kata-kata itu membisiki telinga Sevy
            “Tuh kan, nomernya nggak aktif. Aku sms Najwa pun nggak dibales. Aku semakin khawatir sama dia.” Sevy semakin was-was
            “Bisa jadi, dia nggak punya pulsa juga kayak kita. Masuk akal kan?” celetuk Danil
          “Iya sih, tapi seenggaknya kalo dia memang bisa hadir, dia nggak bakalan telat kayak gini.” Sesal Reza
            “Apa mungkin dia sudah kerja sekarang?” tebak Hana
            “Kalo sudah kerja, harusnya dia punya pulsa donk.” Sambung Sevy yang mulai emosi.
            Mereka semua berunding, mau menjemput Najwa ke rumahnya atau ditinggal saja.
            “Bagaimana kalo kita sms adiknya aja, pasti dia tahu kemana Najwa sekarang.”
            Dan adiknya Najwa mengabarkan, kalau Najwa sudah kerja sekarang. Jadi kemungkinan besar, Najwa tak bisa hadir juga, karena kesibukkannya. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk langsung menuju ke rumah Sevy.
            Mereka naik angkot ke rumah Sevy. Ya, biar seru kata mereka. Apalagi cuaca hari itu cukup panas. Naik angkot adalah satu sarana yang tepat. Di angkot pun, mereka bisa lebih leluasa ngobrol tanpa harus merasakan terik matahari, yang bisa bikin baju ini basah luar dalam. Sedang sepeda mereka terparkir di sekolah.
            Selepasnya naik angkot, lantas tak seketika sampai di rumah Sevy. Mereka harus berjalan kaki ke rumah Sevy, yang jaraknya cukup jauh dan bisa membuat langkah kaki ini pegal.
            “Masih deket nggak sih rumahnya Sev,?” tanya Hana mengeluh kelelahan “Ah, rasanya kaki ini mau putus aja.”
            “Ah Payah kamu, masih beberapa meter jalan aja sudah mengeluh gitu. Bentar lagi nyampek kok. Habis ini belok kanan dan langsung sampai rumahku.” Sevy menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat teman-teman sudah mulai kecapaian.
            Ah ini sih belum apa-apa, Sevy membatin.
            Rumah berwarna hijau, mulai terlihat. Semilir angin membuat tubuh ini sedikit lega. Sesampainya di rumah Sevy, mereka langsung duduk-duduk di lantai melepas rasa capek, yang kini merajainya. Sambil memijit-mijit kaki, berharap rasa pegel itu sedikit hilang.
            Namun, rumah Sevy masih terkunci rapat. Warungnya pun, belum menunjukan adanya aktivitas sama sekali. mereka harus rela di luar menunggu Ibunya Sevy pulang. Biasanya jam 10an seperti ini, dia lagi belanja di pasar.
            “Masih lama nggak ibumu belanjanya?” tanya Reza memelas seraya membenarkan poninya yang terobrak-abrik.
            “Bentar lagi juga datang. Tunggu aja, yang sabar ya teman-teman …. Hihihi” Sevy meringis, melihat wajah kusut teman-temannya.
            Beberapa menit menanti, akhirnya Ibu Sevy datang membawa barang-barang belanjaannya yang akan dijual di warungnya. Dia menyapa dengan senyuman. Hangat dan sangat ramah.
            “Pasti sudah nunggu ibu dari tadi ya … maaf ya, pasarnya tadi rame banget. Jadi, agak telat pulangnya.”
            “Ouh, nggak apa-apa Bu,” kata mereka saling bersautan.
            Tak lupa Hana, Reza, Danil begitu juga Sevy bersalaman dan mencium tangan Ibu Sevy. Tak ingin berlama-lama di luar, Ibu Sevy membukakan pintu dan menyilakan mereka masuk ke dalam.
            Mereka sempat melihat-lihat bagian belakang rumah Sevy. Di sana ada kandang sapi, aiiiihhh … bau kotorannya sangat , menyengat di hidung. Membuat mereka tak kuat lama-lama di situ. Tak hanya itu, di kebun itu juga ada pohon jambu air yang masih banyak buahnya. Merah, kembali menggoda lidah ini. Walaupun merah, jambu itu belum matang. Jadi belum bisa dipetik. Padahal mereka ingin segerap melahapnya.
            Sevy pun menyuguhkan minuman untuk teman-temannya. Minuman itu sangat khas dan enak dilidah. Manis, dipadukan dengan rasa jahe membuat lidah ini ingin terus merasakannya. Hilang semua rasa dahaga mereka.
            “Enak nggak minumannya? Pasti enak donk.. hehehe” tanya Sevy, memuji keenakan minuman itu
            “Yups bener banget, enak kok. Enggak lebay deh di lidah.” Sambung Danil
            “Minuman ini buatan ibuku lo, makannya enak. Masih ada banyak kok, kalo mau nambah.” Sevy menunjuk ke arah dapur dengan dagunya.
            “Ah entarlah, kembung ntar perut ini. Ngomong-ngomong kapan nih kita mulai bikin adonan….” Reza tak sabar tangannya berbalut tepung.
            Mereka mulai mengeluarkan perlatan masak dari tasnya yang mereka bawa dari rumah. Mixer, coklat, wadah dan peralatan lainnya. Sedang bahan-bahan kue sudah disediakan oleh Ibu Sevy.
            Bergantian mencampur semua bahan ke wadah. Tepung, gula, coklat, keju kemudian diaduk dan terus tercampur menggunakan mixer. Mereka semua begitu antusias membuat kue ini. Tak ada yang berdiam diri, mereka semua saling membantu dan melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang mengolesi keju ke loyang, memecahkan telur dan mencampurkannya ke wadah bersama bahan-bahan lainnya. Ada yang mengaduk-aduk dengan mixer, ya pekerjaan itu akan terasa ringam jika dilakukan secara bersama-sama.
***
            Handphone Sevy berdering. Ada seseorang menelponnya. Dia adalah orang yang sejak kemarin-kemarin tak memberi kabar apapunm bahkan sampai pagi tadi di sekolah. Yupsn, bener banget. Najwa menelponnya, Sevy pun segera mengangkatnya.
            “Ini Najwa yang menelpon” dengan suara pelan Sevy memberitahukan kepada teman-temannya. Mereka menatapi Sevy, penasaran apa saja yang akan dikatakan Najwa di telpon itu.
            “An, kamu kemana aja sih? Disms nggak bales, ditelpon nggak diangkat. Inbox difacebook pun nggak pernah kamu baca, sebenarnya kamu tuh kenapa sih, nggak ngasih kabar jelas ke kita-kita. Terus kenapa kamu nggak bisa ikut acara kita hari ini. Sebenarnya aku dan temen-temen lainnya kecewa banget  kamu nggak bisa ikut” Sevy langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan.
           Hana, Danil dan Reza geleng-geleng mendengar percakapan itu. Tak menyangka Sevy bisa secerewet itu.
          “Iya … ya Aku minta maaf sama kamu, juga sama temen lainnya. Dan aku tak bermaksud menghilang, sekarang aku sudah kerja, jadi aku sedikit sibuk tidak seperti hari-hari sebelumnya.”
            “Terus sekarang kamu ada di mana? Kenapa baru nelpon sekarang sih?”
            Najwa tak langsung menjawab pertanyaan Sevy. Dia terdiam. “E… e…. aku….” Kata Najwa terbata-bata.
            “Aku … aku … kenapa sih kamu, tiba-tiba gagu. Ah semakin curiga nih aku …”
            “Aku sebenarnya sedang jalan sama pacarku, maaf …..”
            “Jadi ….” Sevy mulai kecewa. Sevy pun menutup teipon dengan tangannya dan menyingkirkannya dari telinga
            “Najwa sedang jalan sama pacarnya ternyata …” Kata Sevy memberitahukan ke teman-temannya.
            Mendengar itu mereka semua kaget. Pekerjaan mereka terhenti seketika. Mereka kecewa karena Najwa lebih mementingkan urusan dengan pacarnya dari pada acara bersama sahabatnya. Seketika itu pula, Hana berdiri dan menghampiri Sevy yang tengah duduk di sofa. Hana meminta hanphone Sevy untuk bicara pada Najwa.
            “Halo Naj, kenapa sih kamu nggak ikut acara kita. Kita sudah menunggu kamu di sekolah, terus sekarang kamu mengabarkan kalo kamu sedang jalan sama pacar nggak pentingmu itu.”
            “Maaf Han, aku tak bermaksud untuk seperti itu. Maaf, kalo beberapa waktu ini aku menghilang begitu saja tanpa kabar. Maaf kalo aku sudah membuat kalian menunggu lama. Aku tak bisa hadir, karena aku sudah terlanjur ada janji. Jadi maafin aku ya karena nggak bisa hadir kali ini. Mungkin, lain waktu aku akan usahain.”
            “Lain waktu kapan? Nanti hari-hari kita sudah akan semakin sibuk. Mungkin nanti, akan ada yang kuliah ke luar kota. Jadi susah buat kumpul-kumpul seperti ini lagi. Tapi kamu menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Aku kecewa banget sama kamu.” Emosi Hana semakin membahana.
            Tak kuat melihat pertegangan ini. Danil dengan cepat merebut handphone itu dan mendekatkannya ke kupingnya. Sontak membuat Hana terkejut.
            “Hai Naj, kita semua memaafkanmu kok. Maafin kami semua ya, yang sudah marah-marah sama kamu. Kami tak bermaksud untuk itu, kami hanya sedikit kecewa.”
            “Makasih atas pengertian kalian. Sekali lagi aku minta maaf ya.
***
            Adonan sudah selesai dibuat. Lalu dituangkan ke dalam loyang dan siap untuk dioven. Mereka menggunakan oven tradisional. Oven yang ditumpangkan dan dipanaskan di atas kompor. Proses pematangannya sedikit lama dari oven biasa, mereka pun sesekali mengecek, apakah kue sudah bisa diangkat atau masih harus menunggu beberapa menit lagi.
          Sambil menunggu kue mateng. Mereka saling bercanda satu sama lain. Ada saja obrolan yang membuat mereka tertawa terbaha-bahak, sampai keluar air mata saking lucunya. Juga menghabiskan makanan atau minuman yang sudah tersuguhkan sejak tadi di meja. Kenyang dan puas. Sepertinya perumpaan ‘tamu adalah raja’ benar-benar terjadi di rumah Sevy. Ibunya sangat memberlakukan mereka dengan sangat baik. Tak sungkan-sungkan membuat makanan yang enak untuk mereka.
           Tiba-tiba saja dari arah belakang adik Sevy yang baru bangun tidur berlari ke arah ruang tamu dengan wajah panik dan takut. Sontak membuat Sevy dan kawan-kawan terhenti bercanda.
            “Kak… kak .. itu…” kata Adik Sevy panik seraya menunjuk ke arah dapur dengan tangannya.
            “Itu itu apa dek? Jangan buat kakak panik gitu deh…”
            “Itu kak kompornya kebakaraaan …”
            Mereka berlari menuju dapur. Benar apa yang dikatakan si adik, nyala api sangat besar menyala. Reza berusaha menurunkan over ke bawah. Api sudah ditiup berkali-kali, tetap menyala besar. Mereka semakin panik, tak ingin Si Jago Merah menular kemana-mana. Dengan gagah dan berani, Danil datang membawa lap basah. Segera lap itu ditumpangkan di atasnya. Seketika itu kompor pun padam. Mereka pun bersorak bergembira, karena kepanikan mereka bisa terhenti juga. Semuanya mengucapkan terimakasih, Danil bak ‘pahlawan 5 menit’.
            Hana mengecek texture  kue dengan menusukan lidi kecil. Setelah dirasa sudah matang, akhirnya kue buatan mereka sudah bisa diangkat dan siap disajikan. Baunya sangat menggoda hidung, si lidah sudah tak sabar menyicipinya. Begitu kue itu dipotong, mereka terkejut dengan kue bagian dalam. Kue yang berisikan selai strawberry itu terlihat tak maksimal. Ada beberapa bagian yang terlihat kurang matang. Namun hasil akhir tak begitu mengecewakan. Mereka sangat puas dengan kue buatan mereka sendiri. Dan mereka sangat senang bisa melewati tahapan-tahapan ini sampai selesai. Kue ini layaknya simbol persahabatan mereka. Mungkin hasilnya tak sebagus dengan kue-kue yang terpajang di toko, tapi menghasilkan rasa yang tak akan pernah terlupakan. Begitu juga dengan persahabatan mereka, tak selalu mulus sejalan. Selalu ada konflik di tengah-tengah mereka, tapi mereka selalu menyelesaikannya dengan baik. Dan kue ini menjadi saksi bisu bahwa mereka pernah sama-sama merasakan enaknya persahabatan seperti kue yang dibuatnya.



 
Febry Muhel Blogger Template by Ipietoon Blogger Template