Aku menginjakkan kaki di kota paris ini bukanlah tanpa alasan, ataupun hanya ingin menghambur-hamburkan uang saja. Walau semua tahu aku adalah Silma, anak orang kaya. Tapi aku bukanlah orang yang seperti itu. Aku ke Paris hendak mengunjungi acara besar. Aku ingin menghadiri Salon du Chocolat.. Aku tahu Paris terkenal dengan Fashionnya yang selalu menarik. Di eveny itu mereka membuat pakaian yang terbuat dari coklat. Ah, itu sangat menarik hati. Biasanya coklat-coklat itu dengan lahap ku makan. Tapi kini coklat bisa indah membaluti pakaian para model yang berjalan di atas catwalkTiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku perlahan. Aku menoleh. Kaget. Karena penepuk bahuku ada Rico, lelaki yang pernah singgah di hatiku. Kini pun masih, walau dia bukan milikku lagi. Mungkin dia telah menemukan pendamping barunya di kota penuh cinta ini.“Hai Sil, Apa kabar?” tanyanya“Aku baik Rik. Kamu apa kabar?” tanyaku“Ya, seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. Emm… jauh-jauh dari jakarta kamu hanya ingin lihat Festival ini saja?”“Ya. Tahu sendiri kan, kalo aku penggemar coklat sejak lama.” Ucapku.Bukan Cuma itu saja Rik, aku ingin melihat wajahmu lebih lama di sini. Akankah kau kembali merajut kisah cinta padaku? Akankah?
Jumat, 14 Maret 2014
Selasa, 04 Maret 2014
Kue Dan Persahabatan
Baru beberapa hari saja, sudah
menggoreskan rasa galau di setiap hari-harinya. Sevy, siswi SMA kelas 3 ini, tengah rehat dari
rutinitasnya yaitu belajar. Kini ia masih menunggu pengumumuman kelululusan
yang masih beberapa minggu lagi. Penantian yang panjang. Selama waktu menunggu,
ia habiskan hari-harinya di rumah. Membantu Ibu, apa saja yang ia bisa, yang
penting bisa meringankan pekerjaan Ibu di dapur. Sebenarnya ia tengah
merindukan teman-temannya di sekolah. Hana, Danil, Najwa, Reza. Canda tawanya, ngobrol
bareng juga kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya. Beberapa waktu yang lalu
mereka merencanakan sebuah acara membuat
kue, tapi rencana itu hanya terucap saja tak pernah dipraktekkan.
Sevy pun akhirnya membangkitkan dan
ingin kembali merealisasikan impian yang tertunda. Lalu menyebar rencana itu ke
sosmed. Mereka meresponnya dengan baik, namun Najwa yang sampai sekarang bekum memberi kejelasan sama
sekali. Entah kini dia di mana. Dihubungi, tak pernah ada balasan.
***
Keesokannya, mereka berkumpul di
sekolahan. Seperti biasa di taman
rerumputan itu, berkumpul anak-anak saling ngobrol satu sama lain. Ada juga
yang mondar-mandir jajan karena uang sakunya masih banyak. Sevy, beserta teman
lainnya ingin mengulang masa-masa seperti itu. Namun, rasanya masih sulit
diwujudkan. Karena kesibukan masing-masing. Sekedar info, Sevy, Hana,
Danil, Najwa dan Reza bukanlah teman
sekelas. Pertemanan mereka terjalin begitu saja dengan hangat. Perkenalan
mereka dimulai karena satu ekskul kepramukaan.
Beberapa
menit menunggu, Najwa tak kunjung datang ke sekolah. Mereka sudah mulai gusar.
“Coba
deh, kamu telfon Najwa sekarang.” Hana meminta tolong Sevy untuk menelpon
Najwa. Kebetulan, dari mereka berempat Sevylah yang paling punya pulsa
berlebih.
Segera
Sevy mengiyakan, menghubungi Najwa. Tak ada respon sama sekali. Hanya terdengar
suara mbak-mbak seperti ini “Maaf, nomer
yang anda hubungi sedang sibuk. Silakan hubungi beberapa saat lagi. Ya
sejak tadi kata-kata itu membisiki telinga Sevy
“Tuh
kan, nomernya nggak aktif. Aku sms Najwa pun nggak dibales. Aku semakin
khawatir sama dia.” Sevy semakin was-was
“Bisa
jadi, dia nggak punya pulsa juga kayak kita. Masuk akal kan?” celetuk Danil
“Iya
sih, tapi seenggaknya kalo dia memang bisa hadir, dia nggak bakalan telat kayak
gini.” Sesal Reza
“Apa
mungkin dia sudah kerja sekarang?” tebak Hana
“Kalo
sudah kerja, harusnya dia punya pulsa donk.” Sambung Sevy yang mulai emosi.
Mereka
semua berunding, mau menjemput Najwa ke rumahnya atau ditinggal saja.
“Bagaimana
kalo kita sms adiknya aja, pasti dia tahu kemana Najwa sekarang.”
Dan
adiknya Najwa mengabarkan, kalau Najwa sudah kerja sekarang. Jadi kemungkinan
besar, Najwa tak bisa hadir juga, karena kesibukkannya. Akhirnya mereka pun
memutuskan untuk langsung menuju ke rumah Sevy.
Mereka
naik angkot ke rumah Sevy. Ya, biar seru kata mereka. Apalagi cuaca hari itu
cukup panas. Naik angkot adalah satu sarana yang tepat. Di angkot pun, mereka
bisa lebih leluasa ngobrol tanpa harus merasakan terik matahari, yang bisa
bikin baju ini basah luar dalam. Sedang sepeda mereka terparkir di sekolah.
Selepasnya
naik angkot, lantas tak seketika sampai di rumah Sevy. Mereka harus berjalan
kaki ke rumah Sevy, yang jaraknya cukup jauh dan bisa membuat langkah kaki ini
pegal.
“Masih
deket nggak sih rumahnya Sev,?” tanya Hana mengeluh kelelahan “Ah, rasanya kaki
ini mau putus aja.”
“Ah
Payah kamu, masih beberapa meter jalan aja sudah mengeluh gitu. Bentar lagi
nyampek kok. Habis ini belok kanan dan langsung sampai rumahku.” Sevy
menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat teman-teman sudah mulai kecapaian.
Ah ini sih belum apa-apa, Sevy membatin.
Rumah
berwarna hijau, mulai terlihat. Semilir angin membuat tubuh ini sedikit lega.
Sesampainya di rumah Sevy, mereka langsung duduk-duduk di lantai melepas rasa
capek, yang kini merajainya. Sambil memijit-mijit kaki, berharap rasa pegel itu
sedikit hilang.
Namun,
rumah Sevy masih terkunci rapat. Warungnya pun, belum menunjukan adanya
aktivitas sama sekali. mereka harus rela di luar menunggu Ibunya Sevy pulang.
Biasanya jam 10an seperti ini, dia lagi belanja di pasar.
“Masih
lama nggak ibumu belanjanya?” tanya Reza memelas seraya membenarkan poninya
yang terobrak-abrik.
“Bentar
lagi juga datang. Tunggu aja, yang sabar ya teman-teman …. Hihihi” Sevy
meringis, melihat wajah kusut teman-temannya.
Beberapa
menit menanti, akhirnya Ibu Sevy datang membawa barang-barang belanjaannya yang
akan dijual di warungnya. Dia menyapa dengan senyuman. Hangat dan sangat ramah.
“Pasti
sudah nunggu ibu dari tadi ya … maaf ya, pasarnya tadi rame banget. Jadi, agak
telat pulangnya.”
“Ouh,
nggak apa-apa Bu,” kata mereka saling bersautan.
Tak
lupa Hana, Reza, Danil begitu juga Sevy bersalaman dan mencium tangan Ibu Sevy.
Tak ingin berlama-lama di luar, Ibu Sevy membukakan pintu dan menyilakan mereka
masuk ke dalam.
Mereka
sempat melihat-lihat bagian belakang rumah Sevy. Di sana ada kandang sapi,
aiiiihhh … bau kotorannya sangat , menyengat di hidung. Membuat mereka tak kuat
lama-lama di situ. Tak hanya itu, di kebun itu juga ada pohon jambu air yang
masih banyak buahnya. Merah, kembali menggoda lidah ini. Walaupun merah, jambu
itu belum matang. Jadi belum bisa dipetik. Padahal mereka ingin segerap
melahapnya.
Sevy
pun menyuguhkan minuman untuk teman-temannya. Minuman itu sangat khas dan enak
dilidah. Manis, dipadukan dengan rasa jahe membuat lidah ini ingin terus
merasakannya. Hilang semua rasa dahaga mereka.
“Enak
nggak minumannya? Pasti enak donk.. hehehe” tanya Sevy, memuji keenakan minuman
itu
“Yups
bener banget, enak kok. Enggak lebay deh di lidah.” Sambung Danil
“Minuman
ini buatan ibuku lo, makannya enak. Masih ada banyak kok, kalo mau nambah.”
Sevy menunjuk ke arah dapur dengan dagunya.
“Ah
entarlah, kembung ntar perut ini. Ngomong-ngomong kapan nih kita mulai bikin
adonan….” Reza tak sabar tangannya berbalut tepung.
Mereka
mulai mengeluarkan perlatan masak dari tasnya yang mereka bawa dari rumah. Mixer, coklat, wadah dan peralatan
lainnya. Sedang bahan-bahan kue sudah disediakan oleh Ibu Sevy.
Bergantian
mencampur semua bahan ke wadah. Tepung, gula, coklat, keju kemudian diaduk dan
terus tercampur menggunakan mixer.
Mereka semua begitu antusias membuat kue ini. Tak ada yang berdiam diri, mereka
semua saling membantu dan melakukan tugasnya masing-masing. Ada yang mengolesi
keju ke loyang, memecahkan telur dan mencampurkannya ke wadah bersama
bahan-bahan lainnya. Ada yang mengaduk-aduk dengan mixer, ya pekerjaan itu akan
terasa ringam jika dilakukan secara bersama-sama.
***
Handphone
Sevy berdering. Ada seseorang menelponnya. Dia adalah orang yang sejak
kemarin-kemarin tak memberi kabar apapunm bahkan sampai pagi tadi di sekolah.
Yupsn, bener banget. Najwa menelponnya, Sevy pun segera mengangkatnya.
“Ini
Najwa yang menelpon” dengan suara pelan Sevy memberitahukan kepada
teman-temannya. Mereka menatapi Sevy, penasaran apa saja yang akan dikatakan
Najwa di telpon itu.
“An,
kamu kemana aja sih? Disms nggak bales, ditelpon nggak diangkat. Inbox
difacebook pun nggak pernah kamu baca, sebenarnya kamu tuh kenapa sih, nggak
ngasih kabar jelas ke kita-kita. Terus kenapa kamu nggak bisa ikut acara kita
hari ini. Sebenarnya aku dan temen-temen lainnya kecewa banget kamu nggak bisa ikut” Sevy langsung
mencecarnya dengan banyak pertanyaan.
Hana,
Danil dan Reza geleng-geleng mendengar percakapan itu. Tak menyangka Sevy bisa
secerewet itu.
“Iya
… ya Aku minta maaf sama kamu, juga sama temen lainnya. Dan aku tak bermaksud
menghilang, sekarang aku sudah kerja, jadi aku sedikit sibuk tidak seperti
hari-hari sebelumnya.”
“Terus
sekarang kamu ada di mana? Kenapa baru nelpon sekarang sih?”
Najwa
tak langsung menjawab pertanyaan Sevy. Dia terdiam. “E… e…. aku….” Kata Najwa
terbata-bata.
“Aku
… aku … kenapa sih kamu, tiba-tiba gagu. Ah semakin curiga nih aku …”
“Aku
sebenarnya sedang jalan sama pacarku, maaf …..”
“Jadi
….” Sevy mulai kecewa. Sevy pun menutup teipon dengan tangannya dan
menyingkirkannya dari telinga
“Najwa
sedang jalan sama pacarnya ternyata …” Kata Sevy memberitahukan ke teman-temannya.
Mendengar
itu mereka semua kaget. Pekerjaan mereka terhenti seketika. Mereka kecewa
karena Najwa lebih mementingkan urusan dengan pacarnya dari pada acara bersama
sahabatnya. Seketika itu pula, Hana berdiri dan menghampiri Sevy yang tengah
duduk di sofa. Hana meminta hanphone Sevy untuk bicara pada Najwa.
“Halo
Naj, kenapa sih kamu nggak ikut acara kita. Kita sudah menunggu kamu di
sekolah, terus sekarang kamu mengabarkan kalo kamu sedang jalan sama pacar
nggak pentingmu itu.”
“Maaf
Han, aku tak bermaksud untuk seperti itu. Maaf, kalo beberapa waktu ini aku
menghilang begitu saja tanpa kabar. Maaf kalo aku sudah membuat kalian menunggu
lama. Aku tak bisa hadir, karena aku sudah terlanjur ada janji. Jadi maafin aku
ya karena nggak bisa hadir kali ini. Mungkin, lain waktu aku akan usahain.”
“Lain
waktu kapan? Nanti hari-hari kita sudah akan semakin sibuk. Mungkin nanti, akan
ada yang kuliah ke luar kota. Jadi susah buat kumpul-kumpul seperti ini lagi.
Tapi kamu menyia-nyiakan kesempatan ini begitu saja. Aku kecewa banget sama
kamu.” Emosi Hana semakin membahana.
Tak
kuat melihat pertegangan ini. Danil dengan cepat merebut handphone itu dan
mendekatkannya ke kupingnya. Sontak membuat Hana terkejut.
“Hai
Naj, kita semua memaafkanmu kok. Maafin kami semua ya, yang sudah marah-marah sama
kamu. Kami tak bermaksud untuk itu, kami hanya sedikit kecewa.”
“Makasih
atas pengertian kalian. Sekali lagi aku minta maaf ya.
***
Adonan
sudah selesai dibuat. Lalu dituangkan ke dalam loyang dan siap untuk dioven.
Mereka menggunakan oven tradisional. Oven yang ditumpangkan dan dipanaskan di
atas kompor. Proses pematangannya sedikit lama dari oven biasa, mereka pun
sesekali mengecek, apakah kue sudah bisa diangkat atau masih harus menunggu beberapa
menit lagi.
Sambil
menunggu kue mateng. Mereka saling bercanda satu sama lain. Ada saja obrolan
yang membuat mereka tertawa terbaha-bahak, sampai keluar air mata saking
lucunya. Juga menghabiskan makanan atau minuman yang sudah tersuguhkan sejak
tadi di meja. Kenyang dan puas. Sepertinya perumpaan ‘tamu adalah raja’
benar-benar terjadi di rumah Sevy. Ibunya sangat memberlakukan mereka dengan
sangat baik. Tak sungkan-sungkan membuat makanan yang enak untuk mereka.
Tiba-tiba
saja dari arah belakang adik Sevy yang baru bangun tidur berlari ke arah ruang
tamu dengan wajah panik dan takut. Sontak membuat Sevy dan kawan-kawan terhenti
bercanda.
“Kak…
kak .. itu…” kata Adik Sevy panik seraya menunjuk ke arah dapur dengan
tangannya.
“Itu
itu apa dek? Jangan buat kakak panik gitu deh…”
“Itu
kak kompornya kebakaraaan …”
Mereka
berlari menuju dapur. Benar apa yang dikatakan si adik, nyala api sangat besar
menyala. Reza berusaha menurunkan over ke bawah. Api sudah ditiup berkali-kali,
tetap menyala besar. Mereka semakin panik, tak ingin Si Jago Merah menular
kemana-mana. Dengan gagah dan berani, Danil datang membawa lap basah. Segera
lap itu ditumpangkan di atasnya. Seketika itu kompor pun padam. Mereka pun
bersorak bergembira, karena kepanikan mereka bisa terhenti juga. Semuanya
mengucapkan terimakasih, Danil bak ‘pahlawan 5 menit’.
Hana
mengecek texture kue dengan menusukan lidi kecil. Setelah
dirasa sudah matang, akhirnya kue buatan mereka sudah bisa diangkat dan siap
disajikan. Baunya sangat menggoda hidung, si lidah sudah tak sabar
menyicipinya. Begitu kue itu dipotong, mereka terkejut dengan kue bagian dalam.
Kue yang berisikan selai strawberry itu
terlihat tak maksimal. Ada beberapa bagian yang terlihat kurang matang. Namun hasil
akhir tak begitu mengecewakan. Mereka sangat puas dengan kue buatan mereka
sendiri. Dan mereka sangat senang bisa melewati tahapan-tahapan ini sampai
selesai. Kue ini layaknya simbol persahabatan mereka. Mungkin hasilnya tak
sebagus dengan kue-kue yang terpajang di toko, tapi menghasilkan rasa yang tak
akan pernah terlupakan. Begitu juga dengan persahabatan mereka, tak selalu
mulus sejalan. Selalu ada konflik di tengah-tengah mereka, tapi mereka selalu
menyelesaikannya dengan baik. Dan kue ini menjadi saksi bisu bahwa mereka
pernah sama-sama merasakan enaknya persahabatan seperti kue yang dibuatnya.
Langganan:
Postingan (Atom)