Minggu, 05 Januari 2014

Satu [.] Cinta



Senyuman itu lewat begitu saja di depan kelas Tika. Kala itu masih sepi. Belum banyak yang datang di kelasnya. Senyuman yang biasanya tak pernah ia dapatkan saat menyapanya. Sekarang hadir tanpa diundang tertuju padanya. Membuat hati Tika tak henti-hentinya bahagia. Senyuman itu, apakah ini tanda-tanda lampu hijau untukku?. Gumam Tika penuh tanya. Pemilik senyuman manis itu bernama Leo. Kakak kelas Tika yang sejak dua minggu ini berpendar dalam pikirannya. Lelaki dengan sejuta pesona, menyihir wanita manapun yang melihatnya. Lelaki yang tak bisa membuatnya tidur saat malam tiba. Lelaki yang sering muncul dalam lamunannya.

Sejak Leo lewat sampai menghilang memasuki kelasnya. Tika masih saja duduk melongo di tengah-tengah pintu kelas. Bahkan ia tak sadar, tingkah konyolnya ditertawakan anak-anak yang mulai berdatangan.
“Woy, ngelamun aja. Enggak malu apa, diliatin banyak orang” suara cempreng Andah tiba-tiba muncul begitu saja.
Tapi Tika tak bergeming. Andah pun mendekatkan mulutnya di telinga Tika dan berteriak sekeras-kerasnya. Semua yang mendengar, pandangannya segera menujunya. Menyadari suara cemprengnya menjadi pusat perhatian, Andah segera menghentikannya. Ups, kelepasan. Itu pula yang membuat Tika sadar dari lamunan panjangnya.
“Kebakaran… kebakaran!” reflek kata-kata itu keluar dari mulut Tika. Urin-uringan.
“Woy, nggak ada kebakaran di sini. Adanya, gue yang kebakaran jenggot. Kenapa sih lo, disapa enggak jawab-jawab. Ngelamun aja, lagi mikirin siapa hayo?”
“Leo, eh” lagi-lagi keceplosan, sambil menutupu mulutnya dengan kedua tangan dan menjauhkan mulutnya dari hadapan Andah.
“Hmm, enak nih pagi-pagi sudah ngelamunin Leo. Enggak bosen ngelamunin Leo? Enggak coba ngelamunin Riko aja?”
“Riko, si anak basket itu. Hidih, ogah. Kayak enggak ada kerjaan lain aja.”
“Nah itu tau. Emang lo ngelamunin Leo terus enggak ada kerjaan apa?”
“Setidaknya itu lebih baik dari pada harus ngelamunin Riko yang tingkahnya tengil enggak ketulungan” ucap Tika membela diri.
“Hidih nggak mau kalah, udah deh gue nyerah.”
“Oh ya, gue itu lagi seneng sekarang. Pagi-pagi sudah disambut dengan senyuman manis dari lelaki itu.” Ucapnya terpancar kebahagian dari sorot matanya yang berbinar-binar. Andah tahu itu.
“Lelaki siapa?”
“Siapa lagi, kalo bukan orang yang selalu ada dalam lamunanku selama ini.”
“Serius? Jangan-jangan tadi lo Cuma mimpi.” Andah kurang percaya
“Ih nggak percaya. Tadi gue ngelamun sampe lo teriak-teriak enggak jelas. Gara-gara apa coba? Gara-gara Leo senyum padaku. Inikan momen yang langka.”
“Ada angin apa ya? Jangan-jangan dia mulai suka sama lo kali.”
“Aku kira seperti itu.”
“Pasti ide-ide buat nulis cerpen semakin mengalir deras nih?”
“Itu pasti.”
Karena bel jam pelajaran pertama sudah bunyi. Obrolan mereka pun terhenti. Tanpa sadar, saking menikmati obrolannya. Mereka telah menghalangi anak-anak untuk masuk ke ruang kelas. Setelah teman-teman sekelas marah-marah. Tika dan Andah baru menyadarinya. Nyengir bersama.
****
“Oh ya tadi gue belom ngomong sama lo tentang kabar baik lainnya.” Ungkap Tika. Mereka berdua berjalan menuju depan kelas, baru saja jajan di kantin.
“Wah apa itu? Kepo nih.”
“Novel pertamaku sudah diacc dan beberapa hari lagi akan terbit. Seneng banget pokoknya, ini  kan impian aku sejak lama. Akhirnya terwujud juga.”
“Selamat ya, wah bakal ada yang makan-makan nih. Impianmu sebagai penulis tak perlu lagi diragukan. Kan sudah punya buku. Hehehe” Andah merasa bangga memiliki seorang teman yang kini sedikit menampakkan sayap kesuksesannya. Mereka berpelukan, tak peduli murid lainnya memandangi dengan keheranan. “Nanti aku bantuin promo deh”
“Makasih An, kamu memang teman yang paling mengerti”
Jam-jam istirahat seperti ini memang murid-murid banyak yang menghabiskan waktunya di kantin-kantin sekolah daripada harus duduk-duduk di kelas. Seperti di kelas mereka yang tampak sepi tak ada orang satupun. Teman-teman lainnya ada yang jajan di luar gerbang sekolah ada juga yang bercengkrama sambil duduk di kelas. Andah dan Tika pun bermaksud untuk gabung dengan mereka. Tak jauh dari tempat mereka duduk terdengan suara dua cewek ngomongi Leo. Itu membuat mereka penasaran, perlahan Andah dan Tika menggeser posisi duduk mereka. Supaya pembicaraan kaka kelas itu bisa terdengar lebih jelas. Andah dan Tika senyum-senyum nyengir, ketika teman-teman menegurnya keheranan.
“Dia baru menang lomba memodifikasi motor, makanya tadi traktir kita.” Kata cewek berambut pendek.
“Wow, hebat ya. Pasti cewek-cewek lainnya semakin jatuh cinta”
Jelas ini membuat Tika sedih. Ini ancman dan bahaya yang mematikan baginya. Anda mengelus pelan pundak Tika berusaha menenangkan.
“Pantes tadi ngebales senyuman gue. Biasanya kan dingin dan cuek banget.”
“Nah itu, dia kalo lagi seneng memang murah senyum banget. Kita beruntung saat ini. Tapi beberapa hari lagi pasti cuek lagi.”
Hati Tika seketika layu mendengar cerita itu. Andah mencoba menenangkan tapi Tika terus berontak ingin menemui Leo di kelas. Jelas-jelas ini tingkah yang konyol, Andah melarangnya. Tika kekeh, Andah tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengikuti Tika menuju kelas Leo.
Braak…. Suara keras mengagetkan Leo yang tengah menulis. Jelas-jelas Leo kesal dengan ulah Tika yang seenaknya itu. Murid-murid yang masih sibuk di bangkunya masing-masing akhirnya mendekat dan berkumpul di TKP.
“Maksud lo apa? Ganggu gue lagi nulis?”
“Enggak usah sok-sok nulis deh lo kak. Maksud lo apa tadi senyum-senyum modus sama gue?”
“Oh jadi lo merasa ge-er disenyumin gue. Enggak salah donk gue senyum sama siapapun termasuk sama loe. Jadi, lo pikir gue ada rasa sama lo. Enggaklah. Dasar cewek over PD.”
Kata-kata pedas keluar dari mulut Leo, membuat harga diri Tika semakin terpuruk. Semakin geram. Ia tidak bisa terima ini.
“Ah lo, dasar cewek ’13 Puisi’. Masih berani loe nampakin diri ke kita-kita? Hahahaha” sahut salah satu teman Leo meledek. Yang lain pun ikut menertawakan.
Andah kembali menenangkan. Menasehatinya agar menyudahinya. Tika tetap ingin disitu memuntahkan segala amarahnya.
“Jahat loe kak, berani-beraninya menyakiti hati seorang perempuan yang mencintai lo. Apa hati lo tak terketuk sedikitpun, ha?”
“Itu salah lo sendiri yang keras kepala, gue sudah bilang nggak cinta sama loe. Tapi lo tetep ngejer gue. Itu kesalahan loe, kenapa gue yang disalahin?”
“Jahat loe.” Air mata Tika tumpah. Mereka jadi saksinya. Kesedihan begitu mendalan dirasakannya. Akhirnya Tika menyerah, ia meninggalkan kelas itu. Sebelum meninggalkan kelas itu, Andah mengatakan sesuatu tepat di depan wajah Leo.
“Setidaknya lo tidak berkata kasar sama dia. Jahat banget sih lo, jadi cowok tidak peka.”
****
Tika masih dengan kesedihannya, tak menyangka kejadian pahit bertubi-tubi diterimanya. Dan ini tentang cinta.
“Yang sabar ya Tik. Ambil saja semua hikmahnya ya.”
Tika dengan erat memeluk Andah, melepas segala rasa sesak di dada.
“Aku tahu, lo pasti sangat sedih dengan kejadian ini. Tapi lo nggak perlu nangis terus kayak gini. Kasian kan mata lo sampe bengkak kayk gitu.”
Andah mencoba menghibur hati Tika, walau rasanya sulit. Lama-kelamaan hati Tika sedikit tenang dari sebelumnya. Air matanya pun tak lagi mengalir.
Dering ponsel Tika mengagetkan. Sms masuk. Begitu melihat siapa pengirimnya, Tika kaget dan tak sabar ingin segera membaca isi pesan itu.
Awal tahun  akan kami jadwalkan peluncuran buku anda. Mohon kerja samanya

0 komentar:

Posting Komentar

 
Febry Muhel Blogger Template by Ipietoon Blogger Template